Pertanyaan :
Assalamu
'alaikum wr. wb.
Beberapa hari
ini banyak beredar fatwa yang mengharamkan kita puasa di bulan Rajab. Sebab
puasa di bulan Rajab dianggap puasa orang jahiliyah, oleh karena itu siapa yang
puasa di bulan Rajab berarti dia telah meniru-niru orang kafir, menambah-nambah
agama serta berbuat bid'ah. Dan perbuatan bid'ah itu semuanya sesat. Dan kalau
sesat berarti masuk neraka.
Terus terang
saya agak terkejut juga dengan fatwa main ancam begini. Memangnya sebegitu
kakunya agama Islam ini, sampai-sampai orang mau puasa diancam-ancam masuk
neraka? Memang tidak ada ulama yang bisa menjawab dengan adil dan tidak berat
sebelah?
Bukan apa-apa,
sebab di kampung saya para kiyai dan guru mengaji malah mengajurkan kita
mengamalkan amalan-amalan tertentu di bulan Rajab ini. Tentu mereka punya dalil
juga, kan?
Jadi mohon buat
Ustadz Ahmad Sarwat, Lc.,MA beri kami pencerahan terkait dengan urusan
amalan-amalan di bulan Rajab ini. Apakah memang hukumnya cuma bid'ah melulu,
ataukah ada juga pendapat yang berbeda?
Demikian dan
syukran jazila.
Wassalam
Jawaban :
Assalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya
masalah puasa di bulan Rajab itu bukan masalah yang disepakati kebid'ahannya.
Memang benar banyak sekali beredar fatwa-fatwa yang membid'ahkan, tetapi kalau
kita perhatikan sekian banyak fatwa itu, isi dan sumbenya cuma sebatas itu-itu
saja.
Padahal
sebenarnya para ulama masih berbeda pendapat tentang hukum berpuasa di bulan
Rajab. Sebagian kalangan menetapkan bahwa hukumnya sunnah, sebagian lagi bilang
makruh dan ada juga yang bilang haram atau bid'ah. Berikut ini petikan
fatwa-fatwa mereka yang berbeda-beda.
1. Bid'ah
Ada beberapa
fatwa dari para ulama khalaf (kontemporer) yang mengatakan bahwa puasa di bulan
Rajab hukumnya bid'ah. Diantaranya fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin
Baz, Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan juga Syeikh Shalif Fauzan.
Kebanyakan dari mereka inilah berbagai situs dan tulisan di internet yang
membid'ahkan puasa Rajab itu mengambil sumber tulisan.
Syeikh Abdul
Aziz bin Abdullah bin Baz (w. 1420 H) ketika ditanya terkait dengan berpuasa
pada tanggal 8 dan 27 Rajab menjawab di dalam kitabnya Fatawa Nurun 'ala
Ad-Darbi sebagai berikut :
تخصيص هذه الأيام بالصوم بدعة فما كان النبي صلى
الله عليه وسلم يصوم يوم الثامن والسابع والعشرين ولا أمر به ولا أقره فيكون من البدع
Mengkhususkan
hari-hari itu dengan puasa adalah bid'ah. Nabi SAW tidak pernah berpuasa pada
tanggal 8 dan 27 Rajab, tidak memerintahkannya dan tidak mentaqrirnya. Maka
hukumnya bid'ah. [1]
Ibnu Utsaimin
(w. 1421 H) ketika ditanya tentang hukum puasa pada tanggal 27 Rajab dan shalat
sunnah di malam harinya, beliau pun menjawab sebagaimana yang tertuang di dalam
kitabnya Majmu' Fatawa wa Rasail Fadhilatusysyeikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin sebagai berikut :
صيام
اليوم السابع العشرين من رجب وقيام ليلته وتخصيص ذلك بدعة وكل بدعة ضلالة
.
Puasa pada hari
ke 27 bulan Rajab dan bangun malam dan mengkhususkan hal itu adalah bid'ah. Dan
setiap bid'ah itu sesat.[2]
Shalih bin
Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan di dalam kitab Majmu' Fatawa Fadhilatusysyeikh
Shalih bin Fauzan menuliskan sebagai berikut :
شهر رجب لم يثبت فيه شيء من العبادات خاص، لا صيام
ولا صلاة ولا عمرة، ولا شيء خاص بشهر رجب، والذين يخصونه بعبادات؛ هؤلاء هم المبتدعة
Tidak ada
landasan kuat untuk ibadah khusus di Bulan Rajab, tidak itu puasa, shalat
ataupun umrah. Tidak ada yang khusus dengan bulan Rajab. Mereka yang
mengkhususkan bulan Rajab dengan ibadah adalah tukang bid'ah. [3]
2. Makruh
Pendapat kedua hukumnya
adalah makruh, yaitu pendapat dari sebagain para ulama salaf, khususnya mazhab
Al-Hanabilah. Dalam hal ini fatwa kemakruhannya terwakili oleh ulama mazhab
ini, seperti Ibnu Qudamah dan Al-Mardawi.
Ibnu Qudamah
(w. 620 H) salah satu ulama rujukan dalam mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya
Al-Mughni menuliskan sebagai berikut :
فصل - إفراد رجب بالصوم : ويكره إفراد رجب بالصوم
قال أحمد: وإن صامه رجل، أفطر فيه يوما أو أياما، بقدر ما لا يصومه كله. ووجه ذلك،
ما روى أحمد، بإسناده عن خرشة بن الحر، قال: رأيت عمر يضرب أكف المترجبين، حتى يضعوها
في الطعام. ويقول: كلوا، فإنما هو شهر كانت تعظمه الجاهلية
Pasal
Mengkhususkan Rajab Untuk Puasa : Dan dimakruhkan mengkhususkan bulan Rajab
untuk berpuasa. Imam Ahmad berkata bahwa kalau mau seseorang berpuasa sehari dan
tidak puasa sehari tetapi jangan puasa sebulan. Dasarnya adalah hadits riwayat
Ahmad dari Kharsayah bin Al-Hurri, dia berkata,"Aku melihat Umar memukul
telapak tangan orang yang mutarajjibin (puasa di bulan Rajab) sambil
berkata,"Makanlah". Karena bulan Rajab itu bulan yang diagungkan oleh
orang Jahiliyah [4]
Al-Mardawi (w.
885 H) salah satu ulama dalam mazhab Al-Hanabilah menuliskan dalam kitabnya
Al-Inshaf sebagai berikut :
قوله
(ويكره إفراد رجب بالصوم) هذا المذهب وعليه الأصحاب
Pendapatnya
mengkhususkan puasa Rajab (sebulan penuh) hukumnya makruh. Itulah pendapat
mazhab dan para pendukungnya.[5]
3. Sunnah
Sebagian besar
ulama (jumhur) di luar mazhab Al-Hanabilah umumnya justru menghukumi sunnah
berpuasa pada bulan Rajab. Walaupun dari sisi hadits-hadits yang tersedia
banyak yang dianggap dhaif. Namun manhaj salaf yang asli dari umat ini jelas
sekali, yaitu hadits shahih masih bisa dijadikan sumber rujukan, khususnya
untuk fadhailul-a'mal (keutamaan).
Setidaknya
jumhur ulama punya dua hujjah. Pertama, adanya hadits yang menganjurkan untuk
berpuasa sunnah. Kedua, adanya hadits yang menganjurkan untuk puasa pada
bulan-bulan haram (mulia). Rasulullah SAW bersabda kepada Abdullah bin Harits
yang bertanya kepada beliau SAW tentang puasa sunnah.
صُمْ
شَهْرَ الصَّبْرِ وَثَلاثَةَ أَيَّامٍ بَعْدَهُ وَصُمْ أَشْهُرَ الْحُرُمِ
Berpuasalah
kamu di bulan kesabaran (Ramadhan), kemudian berpuasalah 3 hari setelahnya, dan
kemudian puasalah pada bulan-bulan haram”. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i dan
Ibnu Majah)
Bulan-bulan
haram itu adalah Dzul-Qa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan bulan Rajab yang
menyendiri. Tetapi jelas sekali bahwa Rajab termasuk salah satu di antara empat
bulan haram. Sehingga dasar berpuasa di bulan Rajab adalah hadits shahih di
atas.
Adapun para
ulama yang membolehkan atau malah menyunnahkan puasa di bulan Rajab antara lain
Ibnu Shalah, Al-Izz Ibnu Abdissalam, As-Sututhi, Ibnu Hajar Al-Haitsami,
Ash-Shawi, dan juga Asy-Syaukani serta masih banyak lagi yang lainnya. Mari
kita lihat fatwa mereka dengan adil :
Ibnu Shalah (w.
643 H), yang juga salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi’iyyah menuliskan
dalam fatwanya, Fatawa Ibnu Shalah sebagai berikut :
لا إثم عليه في ذلك ولم يؤثمه بذلك أحد من علماء
الأمة فيما نعلمه بلى قال بعض حفاظ الحديث لم يثبت في فضل صوم رجب حديث أي فضل خاص
وهذا لا يوجب زهدا في صومه فيما ورد من النصوص في فضل الصوم مطلقا والحديث الوارد في
كتاب السنن لأبي داود وغيره في صوم الأشهر الحرم كاف في الترغيب في صومه وأما الحديث
في تسعير جهنم لصوامه فغير صحيح ولا تحل روايته والله أعلم
Tidak berdosa
bagi yang berpuasa Rajab, dan tidak ada satupun ulama umat ini yang mengatakan
ia berdosa dari yang kami tahu. Ya memang benar banyak ahli hadits yang
mengatakan hadits-hadits rajab –secara khusus- tidak shahih. Dan ini tidak
menjadikan puasa Rajab itu terlarang, karena adanya dalil-dalilnya anjuran
puasa secara mutlak, dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dadud dalam
kitab Sunan-nya juga ulama lain dalam anjuran puasa pada bulan Rajab, dan itu
cukup untuk memotivasi umat ini untuk puasa Rajab. Sedangkan hadits nyalanya
api neraka Jahannam untuk mereka yang sering berpuasa Rajab, itu hadits yang
tidak shahih, dan tidak dihalalkan meriwayatkannya. Wallahu a’lam.[6]
Al-'Izz ibnu
Abdissalam (w. 660 H) juga punya pendapat yang dikutip oleh Ibnu Hajar
Al-Haitsami, dimana beliau berfatwa sebagai berikut :
والذي نهى عن صومه جاهل بمأخذ أحكام الشرع وكيف يكون
منهيا عنه مع أن العلماء الذين دونوا الشريعة لم يذكر أحد منهم اندراجه فيما يكره صومه
Orang yang
melarang puasa Rajab itu jahil dari sumber-sumber hukum syariah. Bagaimana bisa
puasa rajab diharamkan, sedangkan para ulama yang men-tadwin-kan syariah ini
tidak satu pun dari mereka yang membenci puasa rajab tersebut. [7]
Nampaknya fatwa
beliau juga senada, yaitu tindakan melarang orang berpuasa pada bulan Rajab
adalah kebodohan, karena tidak ada ulama yang melarang itu.
As-Suyuthi (w.
911 H) ketika menjelaskan hadits-hadits terkait dengan puasa bulan Rajab,
beliau menyimpulkan bahwa hadits-hadits itu bukan hadits palsu, melainkan
sekedar dhaif. Dan tetap dibolehkan periwayatannya untuk keutamaan amal. Beliau
menuliskan dalam fatwanya itu pada kitab Al-Hawi lil Fatawa sebagai berikut :
ليست
هذه الأحاديث بموضوعة، بل هي من قسم الضعيف الذي تجوز روايته في الفضائل
Semua hadits
ini bukan palsu (maudhu'), melainkan termasuk lemah (dhaif) yang dibolehkan
periwayatannya untuk keutamaan (fadhail).[8]
Imam Ibnu Hajar
Al-Haitami (w. 974 H) dalam fatwanya yang terkumpul dalam kitab Al-Fatawa
Al-Fiqhiyyah Al-Kubra menuliskan sebagai berikut
أني قدمت لكم في ذلك ما فيه كفاية، وأما استمرار
هذا الفقيه على نهي الناس عن صوم رجب فهو جهل منه وجزاف على هذه الشريعة المطهرة فإن
لم يرجع عن ذلك وإلا وجب على حكام الشريعة المطهرة زجره وتعزيره التعزير البليغ المانع
له ولأمثاله من المجازفة في دين الله تعالى
Sudah saya
jelaskan tentang kesunahan puasa Rajab, dan itu sudah cukup. Adapun tindakan
'ahli fiqih' ini yang terus menerus melarang orang-orang untuk puasa Rajab, itu
adalah sebuah kebodohan dan bentuk pengacak-acakan terhadap syariah yang suci
ini. kalau ia tidak merujuk fatwanya tersebut, wajib hukumnya bagi para hakim
syariah yang suci ini untuk melarangnya dan memberikan hukuman yang keras
baginya dan juga bagi orang-orang semisalnya –yang melarang puasa Rajab- karena
mereka semua sudah mengacak-acak agama Allah SWT ini.[9]
Dari fatwanya
kita mendaptkan kesan bahwa beliau mengecam keras mereka yang melarang umat
untuk berpuasa Rajab. Konon di masa hidupnya, ada beberapa orang yang mengaku
ahli agama tetapi melarang-larang puasa Rajab dengan alasan.
Imam Ash-Shawi
(w. 1241 H) dari kalangan ulama mazhab Al-Malikiyah dalam kitabnya
Bulghatus-Salik ketika menjelaskan tentang puasa-puasa sunnah, beliau
memasukkan di dalamnya puasa Rajab.
وصوم
رجب : أي فيتأكد صومه أيضا وإن كانت أحاديثه ضعيفة لأنه يعمل بها في فضائل الأعمال
Puasa Rajab:
yakni dikuatkan (untuk kesunahan) puasa Rajab juga walaupun hadits-haditsnya
dhaif, karena hadits dhaif boleh diamalkan dalam hal fadhail a’mal.[10]
Asy-Syaukani
(w. 1250 H) dalam kitabnya Nailul Authar mengomentari hadits-hadits terkait
dengan puasa bulan Rajab sebagai berikut :
ظاهر
قوله في حديث أسامة إن شعبان شهر يغفل عنه الناس بين رجب ورمضان أنه يستحب صوم رجب
Pemahaman yang
dzahir dari hadits Usamah (bin Zayd) di atas adalah bahwa bulan Sya'ban adalah
bulan yang banyak dilupakan orang yang letaknya antara bulan Rajab dan Ramadan.
Dan bahwa sunnah hukumnya berpuasa pada bulan Rajab.[11]
Jadi
kesimpuannya bahwa puasa bulan Rajab ini memang ada kalangan yang
membid'ahkannya. Pendapat ini wajib kita hormati. Namun ada juga yang tidak
sampai membid'ahkannya, hanya sebatas makruh saja. Pendapat ini juga wajib kita
hormati. Dan jangan lupa, ada juga pendapat yang membolehkan atau malah
menyunnahkannya. Pendapat yang terakhir ini pun juga wajib kita hormati.
Tidak perlu ada
yang merasa paling pintar dan paling tinggi imannya, apalagi merasa paling
benar dan pendapat orang lain yang berbeda tidak perlu dijelek-jelekkan.
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat,
Lc., MA
[1] Syeikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Fatawa Nurun 'ala Ad-Darbi, jilid 11 hal. 2
[2] Ibnu
Utsaimin, Majmu' Fatawa wa Rasail Fadhilatusysyeikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin, jilid 20 hal. 50
[3] Shalih bin
Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Majmu' Fatawa Fadhilatusysyeikh Shalih bin
Fauzan, jilid 2 hal. 438
[4] Ibnu
Qudamah, Al-Mughni, jilid 3 hal. 171
[5] Al-Mardawi,
Al-Inshaf, jilid 3 hal. 346
[6] Ibnu
Shalah, Fatawa Ibnu Shalah, hal. 180
[7] Imam Ibnu
Hajar Al-Haitami, Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, jilid 2 hal. 54
[8] As-Suyuthi,
Al-Hawi lil Fatawa, jilid 1 hal. 419
[9] Imam Ibnu
Hajar Al-Haitami, Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, jilid 2 hal. 53
[10] Imam
Ash-Shawi, Bulghatussalik, jilid 1 hal. 692
[11]
Asy-Syaukani, Nailul Authar, jilid 4 hal. 292
Sumber: http://rumahfiqih.com/konsultasi-1429447399-gara-gara-puasa-rajab-dianggap-bidah-lantas-kita-masuk-neraka.html
0 comments:
Post a Comment