Pertanyaan :
Assalamu a'alaikum
wr. wb.
Saya punya
pertanyaan penting sekali, mohon dijawab. Kisahnya Ramadhan tahun lalu saya
berbuka puasa salah perhitungan. Saya kira sudah masuk waktu Maghrib, ternyata
jam saya kecepetan 15 menit. Terlanjur sudah makan dan minum.
Dalam hal ini apakah
puasa saya batal? Ataukah saya termasuk orang yang lupa, sehingga puasa saya
dianggap sah, dengan dasar orang lupa kan juga tidak batal?
Mohon penjelasan
dari ustadz dan terima kasih.
Wassalam
Jawaban :
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Para ulama memang
agak rinci ketika bicara tentang hal-hal yang membatalkan puasa. Mereka
membedakan antara lupa dan keliru. Memang benar kalau seorang lupa sedang
puasa, lalu dia makan dan minum, maka puasanya tetap sah dan tidak batal.
Sebaliknya, bila dia
keliru dan menyangka sudah Maghrib padahal belum, lalu dia makan atau minum,
maka puasanya dianggap batal oleh para ulama.
Kok bisa batal? Apa
bedanya dengan yang di atas, bukankah lupa dan keliru sama dan sederajat?
Karena ketika makan
dan minum sebelum Maghrib datang, sebenarnya Anda memang berniat
membatalkannya, walaupuin hanya di dalam hati dan walaupun ternyata keliru.
Tapi niat untuk membatalkannya sudah ada di hati.
Bedakan dengan lupa
dan makan. Ketika Anda lupa lalu makan atau minum, pasti saat itu Anda tidak
niat membatalkan puasa. Bagaimana berniat, lha wong puasanya saja tidak ingat?
Fatwa batalnya puasa
orang yang keliru mengira sudah maghrib lalu makan dan minum, padahal belum
masuk waktu berbuka telah menjadi kesepatakan hampir semua ulama. Bahkan empat
mazhab ulama yang besar dan muktamad kompak menyatakan batalnya.
1. Mazhab
Al-Hanafiyah
Al-Kasani (w. 587 H)
salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya Badai' Ash-Shanai' fi
Tartibi As-Syarai' menuliskan sebagai berikut :
ولو تسحر على ظن أن الفجر لم يطلع فإذا هو طالع
أو أفطر على ظن أن الشمس قد غربت فإذا هي لم تغرب فعليه القضاء ولا كفارة لأنه لم يفطر
متعمدا بل خاطئا ألا ترى أنه لا إثم عليه
Ketika seorang makan
sahur, dia menyangka bahwa fajar belum terbit, ternyata fajar sudah terbit atau
dia menyangka bahwa sudah masuk waktu maghrib, ternyata belum maka dia wajib
qadha, tanpa kaffarat.[1]
2. Mazhab
Al-Malikiyah
Ibnu Abdil Barr (w.
463 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah dalam kitab Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil
Madinah menuliskan sebagai berikut :
فإن
ظن ان الشمس قد غربت بعيم أو بغيره فأفطر ثم ظهرت الشمس فعليه القضاء
Jika seorang
menyangka bahwa matahari telah tenggelam sebab ada mendung atau lainnya,
ternyata belum maka dia wajib qadha’.[2]
3. Mazhab
Asy-Syafi’i
An-Nawawi (w. 676 H)
salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitabnya Raudhatu
At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin menuliskan sebagai berikut :
ولو
أكل ظانا غروب الشمس، فبانت طالعة، أو ظن أن الفجر لم يطلع، فبان طالعا، أفطر على الصحيح
المنصوص، وبه قطع الجمهور.
Jika seorang itu
makan dengan menyangka tenggelamnya matahari, ternyata belum atau menyangka
bahwa fajar belum terbit, ternyata sudah terbit maka puasanya batal.[3]
Al-Khatib
Asy-Syirbini (w. 977 H) salah satu ulama mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitab
Mughni Al-Muhtaj menuliskan sebagai berikut :
(ولو أكل باجتهاد أولا) أي أول النهار (أو
آخرا) أي آخر النهار (وبان الغلط بطل صومه
Jika seorang makan
dengan menyangka bahwa fajar belum terbit, atau matahari sudah tenggelam
ternyata sangkaan itu salah, maka puasanya batal.[4]
4. Mazhab
Al-Hanabilah
Al-Mardawi (w. 885
H) salah satu ulama mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Inshaf fi
Ma'rifati Ar-Rajih minal Khilaf menuliskan sebagai berikut :
وإن
أكل يظن الغروب، ثم شك ودام شكه: لم يقض وجزم به
Jika seorang itu
menyangka bahwa matahari telah tenggelam, dia masih ragu maka dia tidak harus
qadha’ puasa.[5]
5. Mazhab
Azh-Zhahiriyah
Ibnu Hazm (w. 456 H)
salah satu tokoh mazhab Azh-Zhahiriyah di dalam kitab Al-Muhalla bil Atsar
menuliskan sebagai berikut :
ومن ظن أنه ليل ففعل شيئا من ذلك فإذا به قد أصبح؛
أو ظن أنه غابت الشمس ففعل شيئا من ذلك فإذا بها لم تغرب -: فإن صوم كل من ذكرنا تام
Orang yang puasa dan
menyangka bahwa matahari telah tenggelam padahal belum, atau menyangka bahwa
fajar belum terbit padahal sudah maka puasanya sempurna (tidak batal).[6]
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.,
MA
[1] Al-Kasani,
Badai’ Ash-Shanai’ fi Tartibi Syara’i, jilid hal.
[2] Ibnu Abdil Barr,
Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah, jilid 1 hal. 350
[3] An-Nawawi,
Raudhatu At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin, jilid 2 hal. 363
[4] Al-Khatib
Asy-Syirbini, Mughni Al-Muhtaj , jilid 2, hal 161.
[5] Al-Mardawi,
Al-Inshaf fi Ma’rifati Ar-Rajih min Al-Khilaf, jilid 3 hal. 310
[6] Ibnu Hazm,
Al-Muhalla bil Atsar, jilid 4 hal. 356
Sumber: http://rumahfiqih.com/konsultasi-1433783529-keliru-mengira-sudah-maghrib-langsung-makan-batalkah-puasa-saya.html
0 comments:
Post a Comment